Jakarta, DuniaNotaris.Com – Bahwa Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Oleh karena itu berarti harus sudah siap apabila suatu saat akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris dikonfirmasikan kebenaran terhadapnya.
Perlakuan terhadap notaris yang membuat alat bukti sebagaimana tersebut memang harus dibuat spesial dan terukur, karena sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 1907 KUHPerdata: “Tiap-tiap kesaksian harus disertai dengan alasan-alasan bagaimana diketahuinya hal-hal yang diterangkan”.
Dalam keterangan atau kesaksian yang dimintakan kepada Notaris, maka tentu harus yang dilihat, didengar atau dirasakan sendiri, dan hanya terbatas pada pembuatan akta tersebut. (Pasal 171 ayat (2) HIR).
Pasal 1909 KUHPerdata memberikan hak kepada notaris untuk meminta dibebaskan dari kewajibannya memberikan kesaksian, karena notaris dalam menjalankan jabatannya mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi akta dan pengetahuan notaris terhadap apa yang diberitahukan oleh klien kepada notaris.
Notaris mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh pada saat pembuatan akta tersebut, demikian disebutkan dalam Pasal 4 UUJN.
Kewajiban untuk merahasiakan isi akta juga tentu tidak hanya kepada notaris yang membuat aktanya, melainkan juga pada saksi-saksi dalam akta.
Pasal 322 KUHPidana: ”Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya baik yang sekarang maupun dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau denga paling banyak enamratus rupiah”.
Oleh karena itu Notaris, karyawan notaris dan saksi dalam akta notaris wajib juga merahasiakan isi akta dan keterangan dalam pembuatan akta tersebut. Semoga bermanfaat bagi pengunjung website dunianotaris.com