Jakarta, DuniaNotaris.Com – Alkisah A mendapat kuasa dari Bapaknya X untuk menjual tanah kepada Y (Kuasa Untuk Menjual), dalam proses selanjutnya dibuatlah Akta Pengikatan Jual Beli (PJB) dan sertipikat disampaikan kepada Notaris untuk dilakukan cek bersih dan keperluan lain dalam rangka pemenuhan syarat untuk Akta Jual Beli.
Dalam perkembangan selanjunya karena ada pembeli lain yang ingin membeli tanah milik X dengan harga yang lebih tinggi, A ingin membatalkan PJB dan berusaha mengambil sertifikatnya kepada Notaris, dan atas hal tersebut Y sebagai calon pembeli tidak mau membatalkan PJB termasuk Notaris juga tidak mau menyerahkan sertipikat kepada A. (pikir Y, enak aja mau batalin secara sepihak).
Pertanyaannya adalah bisakah kuasa untuk menjual yang bersifat khusus kemudian dipergunakan untuk melakukan tindakan hukum lain, misalnya membatalkan PJB dan kemudian mengambil sertipikat dan mensomasi Notaris yang tidak mau menyerahkan sertipikat tersebut diatas, malah sampai memenjarakannya.
Apabila kita perhatikan berdasarkan Pasal 1792 KUHPerdata, disebutkan pemberian kuasa adalah suatu persetujuan seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
(catat : MENYELENGGARAKAN SUATU URUSAN, kalo urusan lain ya ga bisa dong bro).
Sementara itu Pasal 1795 KUHPerdata menentukan, bahwa pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus yaitu mengenai satu lebih kepentingan tertentu atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa.
Apabila dilihat dari ketentuan tersebut, dapat dibedakan adanya 2 jenis kuasa yang secara umum disebut Kuasa Umum dan Kuasa Khusus.
- Kuasa Umum
Dengan pemberian kuasa yang dirumuskan dengan kata-kata umum yang dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada seseorang (yang diberi kuasa) untuk dan bagi kepentingan pemberi kuasa melakukan perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan yang mengenai pengurusan, meliputi segala macam kepentingan dari pemberi kuasa, tidak termasuk perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan yang mengenai pemilikan.
Bahwa, seseorang yang diberi kuasa (Kuasa Umum) untuk menjalankan perusahaan orang lain, mengandung arti bahwa penerima kuasa itu berwenang untuk dan bagi kepentingan pemberi kuasa, demi lancar jalannya perusahaan itu, melakukan segala tindakan dan perbuatan yang mengenai pengurusan, akan tetapi tidak berwenang/berhak untuk menjual atau memindahtangankan perusahaan itu.
Dalam hubungannya dengan ketentuan Pasal 1795 KUHPerdata, dihubungkan dengan Pasal 1796 KUHPerdata, bahwa perkataan umum dalam Pasal 1795 KUHPerdata tidak mempunyai arti yang sama dengan kata umum dalam Pasal 1796 KUHPerdata.
Kata umum dalam Pasal 1795 KUHPerdata, mempunyai kaitan dengan luas cakupan dari penerima kuasa, yaitu meliputi segala kepentingan dari pemberi kuasa.
Sedangkan kata umum dalam Pasal 1796 KUHPerdata tekanannya adalah pada perkataan-perkataan yang dipergunakan dalam menguraikan kewenangan yang diberikan itu, yaitu yang dirumuskan dengan kata-kata umum atau dengan perkataan lain, dengan kata-kata yang tidak tegas, yang dapat memberikan penafsiran yang berbeda-beda.
Bahwa, kata umum dalam Pasal 1795 KUHPerdata mengandung arti meliputi segala kepentingan pemberi kuasa, namun masih ada pembatasan, yaitu kewenangan itu tidak meliputi hal-hal yang bersifat sangat pribadi, misalnya pembuatan surat wasiat.
- Kuasa Khusus
Kuasa khusus hanya menyangkut/mengenai satu atau lebih kepentingan tertentu. Di dalam pemberian suatu kuasa khusus harus disebutkan secara tegas tindakan atau perbuatan apa yang boleh dan dapat dilakukan oleh yang diberi kuasa, misalnya untuk menjual sebidang tanah atau Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan.
Sudah tentu ditambah dengan uraian-uraian mengenai perbuatan-perbuatan hukum yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perbuatan hukum yang dikuasakan untuk dilakukan, misalnya dalam hal penjualan tanah, untuk menerima uang penjualannya dan memberikan tanda penerimaan untuk itu serta menyerahan tanah itu kepada pembelinya.
Perbuatan-perbuatan hukum sedemikian merupakan bagian perbuatan hukum yang pokok, sehingga tidak mengurangi kekhususan dari kuasa yang diberikan itu. Hal ini adalah logis, oleh karena seandainya pemiliknya sendiri yang secara nyata melakukan penjualan itu, perbuatan-perbuatan tersebut juga harus dilakukannya.
Kesimpulan : A tidak mempunyai legal standing untuk membatalkan PJB, dan mensomasi Notaris yang memegang sertipikat atas nama bapaknya (X), oleh karenanya tidak dapat-lah suatu perkara dimana Pelapor yang tidak mempunyai Legal Standing bisa melakukan perbuatan hukum selain yang terdapat dalam kuasa-nya sendiri. Semoga bermanfaat bagi pengunjung website dunianotaris.com